Meski anak-anak down syndrome
memiliki keterbatasan, mereka tetap mampu berprestasi. Karena itu, anak-anak
down syndrome perlu perhatian, didampingi, dan jangan disisihkan.
“Semua anak haruslah dianggap sama. Janganlah
mereka disisihkan. Sebaiknya mereka pun dibekali keterampilan,” kata Ny Mufidah
Jusuf Kalla saat hadir pada acara wisuda lulusan SD, SMP, dan alumni Sekolah
Luar Biasa (SLB) Dian Grahita, Jakarta, Senin (6/8).
Menurut suster Joanni, Kepala SLB Dian
Grahita, wisuda ini sangat berarti bagi anak-anak down syndrome. “Inilah bukti
cinta orangtua dan sekolah kepada anak-anak kami. Mudah- mudahan ini titik
awal. Saatnya masyarakat menerima dan mencintai anak-anak kami,” katanya.
Down syndrome disebabkan adanya
gangguan pada kromosom yang ke-21. Manusia memiliki 23 pasang kromosom. Pada
anak down syndrome, kromosom mereka yang ke-21 tidak sepasang (dua), melainkan
tiga kromosom (trisomi). Dengan kata lain, down syndrome adalah gangguan
genetik.
Pada wisuda hari Senin lalu, ada 30
anak yang diwisuda. Tujuh anak adalah lulusan SD, 11 lulusan SMP, dan 12 anak
adalah alumnus SLB Dian Grahita. Mengenakan jubah dan toga berwarna ungu,
mereka sangat antusias mengikuti acara wisuda yang dimeriahkan tari-tarian dari
rekan-rekan mereka.
Menurut Ketua Ikatan Sindroma Down
Indonesia (ISDI) Aryanti Rosihan Yacub, setelah tamat sekolah, anak-anak pada
umumnya akan mengejar masa depan. Akan tetapi, para orangtua anak-anak down
syndrome justru mengalami ketakutan bagaimana masa depan anak-anak mereka
karena keterbatasannya.
“Karena itu ada ISDI, agar kehidupan
mereka berguna dan berarti. Ada banyak rintangan dan cucuran air mata. Asuransi
kesehatan pun menolak mereka karena takut rugi. Tetapi, dengan keterbatasan
mereka, anak-anak ini sebetulnya juga dapat berprestasi mengangkat nama bangsa
dan negara di dunia internasional,” kata Aryanti.
Kimberly, yang baru saja lulus SD
(biasa dipanggil Kim Kim) pada SLB Dian Grahita, misalnya. Walaupun untuk
berjalan saja Kim Kim mengalami kesulitan, tetapi begitu “nyemplung” ke kolam
renang, ia bak ikat pesut yang bergerak cepat.
Michael Rosihan Yacub, yang lulus
SMP, telah berpraktik kerja di British International School. Ia pun mampu
mandiri. Robby Eko Raharja yang juga lulus SMP, selain lincah memainkan
keyboard juga menang terus dalam acara-acara pekan olahraga.
Alumni SLB Dian Grahita, seperti
Adrian Raharja, pun pernah menjadi juara I renang Porcaba 2005, mendapatkan
medali perak Bocce di Taipei (Taiwan), juara I Bocce Porcaba 2007.
Tak semua anak down syndrome
menyusahkan keluarganya. Seperti Marisa (16), siswa SMA Triasih di Kebun Jeruk,
Jakarta Barat. Ia bisa mandiri dan sangat senang menari.
Betapa pun anak-anak, down syndrome
ada di sekeliling kita. Adalah kewajiban kita untuk membekali mereka dengan
keterampilan guna menghadapi masa depan…. (LOK)
sumber: http://niasonline.net/2007/08/08/anak-berkebutuhan-khusus-jangan-sisihkan-anak-anak-down-syndrome-itu/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar